Dengan mata sipit

Image Source: blogspot.com

Image Source: blogspot.com

Image Source: koaskaosjawi.com

Image Source: blogspot.com
Baca Juga
Dan bibir yang tipis
Aduh hatiku sungguh terjepit”
Secarik kertas lusuh diberikan seorang teman kepadaku waktu bel istirahat berdentang. Kubuka diam-diam di bawah meja, takut terlihat teman-temanku yang lain sebab mereka tentu akan mengolok-olok. “Untuk Amoy,” begitu tertulis di lipatan luarnya. Tanpa nama sama sekali. Tapi aku sudah tahu ini dari siapa. Hanya ada satu orang di seluruh sekolah yang memanggilku dengan nama itu.
Bram. Ia dua tingkat di atasku di sekolah. Sebenarnya ia teman kakakku di rumah dan hubunganku dengannya hanya karena itu. Ya memang benar dulu aku juga suka bermain dengannya. Lazimnya seorang adik, aku tentu suka mengekori kakak ke mana-mana. Kami suka berendam di bak besar berplester semen di rumah bersama-sama. Aku, kakakku Asep, dan Bram bertingkah persis kuda nil, diam bermalas-malasan sambil telanjang dalam air seleher sampai kulit tangan kami berkeriput. Ibuku tak pernah marah meski kemudian ia mulai melarang kami melakukan itu lagi. Tak masalah. Kami masih bisa mencari bekicot sambil mencabuti kangkung yang tumbuh liar di rawa-rawa dekat sungai. Ibu biasanya berteriak histeris begitu aku pulang dengan pakaian penuh lumpur sambil memegang setangkup kangkung sementara kakakku membawa seember bekicot. Praktis setelah kaki kakakku disedot lintah, kami tak berani lagi turun ke rawa-rawa.
Setelah itu aku punya kesibukan baru: bermain dengan anak-anak perempuan. Aku akan mengumpulkan biji-biji yang jatuh di tanah, lalu meroncenya menjadi sebuah kalung atau gelang yang cantik. Kali lain aku akan pura-pura sedang memasak di atas pecahan genting dan alumunium. Dedaunan berwarna hijau kukumpulkan lalu kuiris-iris dengan silet, kumasukkan dalam air di atas cekungan alumunium yang kupungut dari jalanan. Atau kadang-kadang aku melempari biji pipih berwarna hijau ke dalam selokan lalu mendengar bunyinya yang nyaring bagaikan petasan. Asyik sekali.
Bram baru kukenal lagi di bangku sekolah menengah. Ia sudah tingkat akhir, sementara aku adalah siswa baru. Ini tak menyenangkan karena ia punya kekuasaan besar sebagai kakak kelas untuk membuatku malu. Ia, misalnya saja, pernah menyembunyikan sepatuku saat aku sedang praktik salat di musala sekolah. Terpaksa aku kembali ke kelas bertelanjang kaki. Ia juga pernah meneriakiku dari lantai tiga saat aku dan teman-teman sedang berlari keliling lapangan dalam pelajaran olahraga. “Hai Amooooy,” ia akan berseru demikian sambil menepuk punggungku setiap kali bertemu, tak peduli dengan wajah masamku menerima perlakuan itu.
Bram langganan dipanggil guru BK karena berbagai alasan. Ia umpamanya sering tertidur di kelas, suka membolos, dan sering datang terlambat. Namun karena ia ceria dan cerdas, guru-guru tak sampai hati mengeluarkannya meski kudengar poin kesalahannya sudah 100. Asal tahu saja, setiap kesalahan sekecil apa pun di sekolah kami, seperti terlambat masuk kelas saat pergantian pelajaran, bisa membuat kau kehilangan 5 poin. Bram sepertinya

Image Source: blogspot.com