Dari sejumlah literatur, usaha keluarga Oei berada di bawah bendera kongsi dagang Kian Gwan. Awalnya perusahaannya bergerak dalam bidang perdagangan karet, kapas, gambir, tapioka dan kopi.

Image Source: wordpress.com

Image Source: indotrading.com

Image Source: indonetwork.co.id
Usaha itu semakin membesar kemudian berubah menjadi Oei Tiong Ham Concern (OTHC). Pengaruh usahanya kian menggurita dengan merambah bisnis ekspedisi, kayu, properti, sampai opium.
Baca Juga
Menurut sejarawan Semarang Jongkie Tio, pada 1880 terjadi krisis gula sehingga banyak pabrik gula di Jawa Timur yang berhutang dan tak mampu membayar. Dari titik inilah Oei Tiong Ham mulai menguasai pabrik-pabrik gula.
“Saat itu Oei Tiong Ham menerapkan kontrak bisnis. Saat itu kontrak merupakan hal langka di kalangan pengusaha Cina. Berbekal kontrak itu, ia kuat secara hukum dan sukses menguasai aset pengutang yang gagal bayar,” kata Jongkie Tio.
Sejak itulah Oei Tiong Ham dikenal sebagai Raja Gula. OTHC terus berkembang dan memiliki bermacam-macam aset. Mulai dari properti, pabrik, bank, saham, dan juga kapal. Perusahaannya terus membuka cabang dan merambah hingga Singapura, Bangkok, Hong Kong, Shanghai, London, Mexico, Karachi, New York, dan kota lain.Di tiap-tiap kota itu, Oei Tiong Ham memiliki rumah pribadi yang mewah. Di Beijing, sebuah bekas istana abad 17 yang memiliki ratusan kamar, ia beli dengan harga US$ 100 ribu. Tak hanya itu, Oei Tiong Ham masih membelanjakan uangnya jauh lebih besar, yakni US$ 150 ribu, untuk mendekorasi bekas istana itu.
“Keuntungan OTHC pada awal abad 20 sudah mencapai 18 juta gulden. Sedangkan kekayaan Oei Tiong Ham mencapai 200 juta gulden. Ia adalah taipan perusahaan multinasional pertama di Asia Tenggara,” kata Jongkie.
Sebagai orang kaya yang memiliki berbagai perusahaan, Oei Tiong Ham otomatis dikenal luas oleh banyak pihak. Oleh Gubernur Jendral Belanda, Mr. Baron van Heeckeren ia pun diangkat menjadi pemimpin Tionghoa di Semarang. Oei Tiong Ham menjadi seorang Mayor de Chineezen.

Image Source: dmcdn.net