ARIS DWI KUNCORO Sehari-hari, pada jam kerja, Wira Unggul menjadi karyawan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kepanjen, Kabupaten Malang. Di sana, dia menjadi resepsionis. Tugasnya adalah memandu masyarakat yang akan mengurus pajak.
Image Source: wordpress.com
Image Source: islamicart.my
Image Source: pinimg.com
Jadi, Wiro–sapaan akrabnya– tak hanya duduk terpaku di kursi resepsionis. Sering kali dia juga mengantarkan wajib pajak (WP) kepada petugas pelayanan pajak. Sebagai seorang resepsionis, Wiro juga dituntut menjaga penampilannya.
Rambutnya selalu pendek dan rapi. Sementara pakaian yang dia kenakan biasanya kemeja, celana kain, plus sepatu pantofel. Dari sini, bisa dibilang, Wiro tidak punya ”potongan” seniman. Tapi pada kenyataannya, dia punya pekerjaan lain, passion lainnya adalah di bidang seni.
Bahkan, sebelum menjadi karyawan kontrak di kantor pajak sejak 2013 lalu, Wiro lebih dulu menjadi seniman. Sejak awal 1990-an, dia sudah membuat lukisan dua dimensi dengan media logam (painting metal emboss).
”Yang saya buat ini sebenarnya masuk prakarya, bukan seni lukis. Tapi, sekarang lebih sering disebut lukisan timbul atau dua dimensi,” ujar pria berusia 41 tahun ini.
Disebut dua dimensi karena lukisan itu memiliki relief (timbul). Wiro kemudian menunjukkan beberapa karya yang pernah dia buat. Mulai dari lukisan Bunda Maria, Yesus, kaligrafi, Dewi Saraswati, hingga Nyi Blorong.
”Kebanyakan terbuat dari tembaga dan aluminium,” ujar pemegang gelar Diploma Komputer Akuntansi dari Bina Sarana Informatika (BSI) Bekasi ini.
Lukisan-lukisan itu dia kerjakan sendiri di rumahnya, Dusun Karangsono, Desa Kebonagung, Kecamatan Pakisaji. Alat yang dia gunakan pun sederhana.
Biasanya, dia memanfaatkan sendok dan potongan kayu untuk membuat lukisan. ”Ya (lembaran) logam ditekan sampai menjadi bentuk yang diinginkan. Proses itu dilakukan pada dua sisi,” katanya.
Untuk membuat satu lukisan, Wiro membutuhkan waktu kurang lebih dua minggu. ”Kalau dulu satu bulan bisa membuat tiga karya. Kalau sekarang, ya tidak bisa,” katanya.
Produktivitasnya memang berkurang semenjak menjadi karyawan di KPP Pratama Kepanjen. Dia baru bisa menggarap lukisan sepulang kerja dan saat libur kerja.
Bila melihat portofolio Wiro, kebanyakan karya yang dia buat memang bertema religi. Sebab, dia memang banyak mendapatkan order dari gereja. Terutama gereja Katolik.
Lukisan logam karya Wiro sudah banyak dipesan gereja-gereja di Malaysia, Singapura, Jerman, Belanda, Norwegia, hingga Chile. ”Pembelinya memang lebih banyak orang dari luar negeri ketimbang dari dalam negeri,” ujar Wiro.
Wiro bisa mendapatkan pasar di luar negeri berkat pertemanannya dengan suster asal Jerman, Hugolin. ”Dia membimbing banyak tempat ibadah,” katanya.
Sebagai pemeluk Katolik, tak sulit bagi Wiro untuk menyelesaikan pesanan bertema Bunda Maria maupun Yesus. ”Untuk harga jualnya, mulai Rp 3 jutaan hingga belasan juta rupiah,” ujar suami dari Istikomah ini.
Sebenarnya, Wiro tak melulu membuat lukisan logam untuk gereja. Lukisan bertema nonreligi juga dia kerjakan. Termasuk replika Adipura di pertigaan gerbang masuk jalur lingkar barat (jalibar), Jalan Panglima Sudirman, Kepanjen.
Wiro menyatakan, keahlian membuat lukisan 2D itu dia pelajari dari sang
Image Source: pinimg.com
