
Image Source: wordpress.com
Pertama, pengaruh ekspansi kekuasaan Islam. Setidaknya, ada tiga hal yang berkaitan dengan ekspansi kekuasaan Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Ekspansi itu segera meluas jauh ke luar Jazirah Arab. Tiga hal tersebut adalah urbanisasi besar-besaran ke wilayah baru, pertemuan budaya antara Islam dan budaya wilayah taklukan, dan proses Arabisasi pada wilayah tersebut.
Pada masa Daulah Umayyah, wilayah taklukan Islam ke timur telah mencapai perbatasan Cina dan India. Sementara itu, ke barat mencapai wilayah tepian Atlantik. Penaklukan wilayah ini segera diikuti oleh pengaturan administrasinya. Pada tahun 50 H/670 M misalnya, Umayyah mendirikan Kota Qairawan (di Tunisia sekarang), sebuah perkemahan permanen sebagai pertahanan. Pendirian kota seperti ini segera terjadi di berbagai wilayah taklukan lain pada abad berikutnya.

Image Source: wordpress.com
Sebagai akibat perluasan wilayah taklukan di masa Kekhalifahan Daulah Umayyah, terjadilah mobilitas sosial dalam masyarakat Islam. Karena itu, masyarakat Islam selama 50 tahun pertama dikenal sebagai masyarakat yang sangat dinamis, baik secara sosial maupun geografis. Orang Arab yang berasal dari Jazirah Arab menjadi komunitas yang paling banyak berpindah. Mereka berurbanisasi ke wilayah yang jauh, seperti Suriah, Mesir, Afrika Utara, Mesopotamia, atau ke Khurasan (Iran).
Migrasi dan urbanisasi itu mau tak mau juga melibatkan kaum seniman dan budayawan Muslim. Hal ini memungkinkan terjadinya pertemuan budaya antara Arab (Islam) dan wilayah pusat kebudayaan, seperti Mesopotamia, Bizantium, dan Persia. Hal ini berpengaruh besar bagi kekayaan dan kemajuan seni Islam.

Image Source: blogspot.com
Satu hal yang tidak mungkin dikesampingkan dalam proses ini adalah Arabisasi wilayah taklukan. Pada awal sejarah Islam, Daulah Umayyah merupakan pemerintah yang menerapkan kebijakan administratifnya berdasarkan ide-ide kearaban. Ini mengakibatkan meluasnya pemakaian bahasa Arab dalam wilayah taklukan.
Proses Arabisasi ini terus dilanjutkan oleh pemerintahan yang berkuasa setelah Daulah Umayyah. Karena itu, bahasa Arab akhirnya menjadi bahasa akademis dan kesusastraan. Di pihak lain, huruf Arab pun kemudian menjadi huruf untuk bahasa non-Arab, seperti bahasa Parsi, Urdu, Turki, dan Melayu.

Image Source: blogspot.com
Kedua, peranan raja dan elite sosial. Pesatnya perkembangan kaligrafi Islam sangat erat kaitannya dengan dukungan dan fasilitas yang diberikan oleh raja dan kaum elite sosial yang memungkinkan seniman Muslim mengembangkan kreativitasnya. Sejumlah catatan sejarah membuktikan hal ini. Diceritakan bahwa gaya tulisan tumar (lembaran halus daun pohon tumar) diciptakan atas perintah langsung Khalifah Mu’awiiyah (40 H/661 M-60 H/680 M). Gaya ini kemudian menjadi tulisan resmi pemerintahan Daulah Abbasiyah.
An-Nadim dalam kitabnya al-Fihrist menyebutkan bahwa masa pemerintahan Khalifah Ma’mun (197 H/813 M-218 H/833 M) merupakan kulminasi perkembangan kaligrafi. Para penulis di masa itu aktif dalam memperindah huruf

Image Source: blogspot.com