Pameran yang digelar oleh, Isningsih, Fitriani Masdar, Nasaruddin, Nurasiah, serta Hamrianti ini, berlangsung di Auditorium Al Amin Unismuh (26-28/5/2016).

Image Source: wordpress.com

Image Source: wordpress.com
Kegiatan tersebut dibuka Ketua Jurusan Seni Rupa FKIP Unismuh, Andi Baetal Mukaddas S.Pd., M.Sn, dan menghadirkan Kurator, Anwar Jimpe Rachman.
Dalam sambutannya, Baetal mengatakan, pameran ini merupakan kali pertama digelar oleh jurusan Seni Rupa FKIP Unismuh. Olehnya, pihak universitas, khususnya jurusan FKIP sangat mengapresiatif, lantaran pameran ini merupakan program studi khusus, yang dinilai mampu membantu mahasiswa dalam mengembangkan bakat dan minat, khususnya di bidang Seni Rupa.
Dalam pameran tersebut Anwar Jimpe Rahman membahas “Dua Sisi dalam Satu Perihal”. Dalam tulisan Jimpe, sapaan akrabnya, memberi sedikit gambaran perihal pameran yang digelar oleh lima mahasiswa akhir.
Menurut Penanggung Jawab Media ini, pameran tersebut ibarat HIDETORA ICHIMONJI atau seorang raja, sedang Kyoami merupakan tokoh badut sekaligus pelayan setianya.
Kedua sosok itu pasangan serasi. Ada saat Kyoami melayani sang raja, di waktu lain sang pelawak menginterupsi, bahkan menghardik, Ichimonji yang dinilainya gegabah mengambil keputusan.
“Melalui mereka, raja akan belajar tentang apa yang rakyat pikirkan,” kata Akiro Kurosawa tentang “Ran” (1985), yang disutradarainya dalam Akiro Kurosawa: Interviews (2008: 129). Pendeknya, hubungan mereka tampak padu.
Raja sebagai kekuasaan formal, sedang si pelawak wujud suara rakyat. Itu sekaligus gambaran singkat dari bentuk ideal dalam kekuasaan sebuah negara. Hubungan mereka simbiosisme yang ulang-alik. Yang-teratur tak akan lengkap tanpa yang-terserak.
“Dari situ kita belajar dan paham bahwa raja dan rakyat adalah oposisi biner,”kata Jimpe.
Menurutnya, raja dan rakyat unsur terpenting berjalannya negara. Dalam sistem itu, keduanya punya arti bila masing-masing beroposisi satu sama lain.
Hal yang sama juga mengingatkan kita pada seruan Rukkelleng Mpoba kepada Patotoqé dalam hikayat I La Galigo, kala melaporkan bahwa bumi kosong melompong, “Engkau bukanlah déwata selama tak seorang pun di kolong langit, di permukaan Pérétiwi menyeru Sri Paduka kepada Batara.”
Konsep tersebut serupa falsafah Yin-Yang yang hidup di dataran Tiongkok ribuan tahun silam. Yin penanda daya pasif, Yang sebagai daya aktif. Dua hal saling membutuhkan itu mirip yang dilakukan Rukelleng Mpoba, sang budak, memberitahu tentang perihal rinci tentang suatu keadaan kepada Patotoqé.
Sang Penentu Nasib kemudian mengirim manusia pertama untuk mengisi Pérétiwi agar ada yang “menyeru Sripaduka kepada Batara” sebagai bentuk respons terhadap kerja-kerja kecil Rukkelleng Mpoba.
PADA SETIAP dunia, juga dalam jagat seni, terdapat dua perihal yang bekerja. Dwitunggal tersebut terjalin kuat dalam sebuah karya. Keduanya saling mempertegas dan menghidupkan. Dua hal itu adalah kerja-kecil dan kerja-besar.
Baca Juga
“Perihal itulah yang mengemuka kala

Image Source: wordpress.com